Rabu, 22 Desember 2010

Menjadi Pribadi Yang Beruntung

        Mungkin kita sering merasa bahwa kita adalah pribadi yang selalu berkesusahan, sering sial, dan tidak pernah beruntung. Disaat itu pula orang disekitar kita berkata “ah, elo-nya aja tuh yang kurang bersyukur, coba lihat lagi apa yang elo punya.” Mungkin benar anda kurang bersyukur atau mungkin benar juga anda orang yang “apes”.
Keberhasilan sifatnya relatif. Tidak ada standard khusus dalam mendefinisikan keberhasilan, karena keberhasilan selalu berurusan dengan banyak aspek, baik aspek psikologis maupun aspek sosial. Sukses adalah tentang banyak hal, setiap orang memiliki definisi dan ukuran suksesnya masing-masing berbeda. Definisi saya mungkin tidak sama dengan definisi anda, begitu juga definisi Anda tidak sepenuhnya sama dengan definisi orang lain yang anda kenal.
Tetapi saya perhatikan satu hal, semakin hari semakin banyak orang yang mendefinisikan kesuksesan berdasarkan tiga hal saya, yakni:Kekuasaan, Uang dan Kemahsyuran. Apabila salah satu dari tiga hal ini sudah anda miliki, biasanya anda sudah dapat dikategorikan sukses dan biasanya ketiga hal tersebut saling berkaitan.
Tentu saja ketiga unsur itu pada dasarnya baik, dan tidak salah bila kita semua berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan apa jadinya bila selama perlombaan itu ternyata kita tidak pernah mendapatkan “piala-piala” tersebut, bahkan juara harapan pun tidak padahal kita sudah mengerahkan kekuatan penuh dan strategi terbaik kita.
Depresi dan stress sering terjadi di kota-kota besar. Kehidupan yang monoton, pergi pagi pulang malam, pendapatan yang pas-pasan bahkan cenderung lebih besar pasak daripada tiang. Tanpa kita sadari, kebutuhan yang selalu mendesak sering menstimulasi orang melakukan tindakan-tindakan instant yang terkadang lebih banyak haramnya dibanding halalnya.
Depresi dan stress terjadi karena realita yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita impi-impikan dan harapkan. Mungkin impian kita terlalu berlebihan tanpa tindakan dan kemampuan yang setimpal untuk meraih mimpi tersebut. Atau mungkin memang kita tidak ditakdirkan untuk mendapatkan mimpi kita tersebut karena kita memang belum layak mendapatkannya.
Mungkin sudah terpatri dalam pemikiran anda bahwa faktor kerja keras adalah faktor penentu dalam keberhasilan. Pada kenyataanya TIDAK! Bukan kerja keraslah faktor penentu keberhasilan, karena saya sudah melihat ratusan teman saya begitu konsisten bekerja dan hasilnya hanya “begitu-begitu saja”, cukup buat bayar tagihan kartu kredit, bayar kontrakan, bayar sana dan bayar sini dan yang tersisa hanya ratusan ribu untuk menjalani sisa hidup ke depan sampai tanggal gajian datang kembali. Siklus yang tiada pernah berhenti.
Saya tidak bilang anda tidak perlu bekerja keras karena saya pun sadar kerja keras penting dalam meraih cita-cita. Tapi ada hal-hal penting yang terlupakan oleh pribadi-pribadi yang mengharapkan keberhasilan yaitu KEBERUNTUNGAN.
Saya selalu mendefinisikan keberuntungan adalah pertolongan Tuhan, entah siapapun itu Tuhan anda. Bisa jadi Allah, Yesus, Budha atau bahkan Lucifer. Terserah anda memilih siapa yang menjadi Tuhan anda. 
Pada dasarnya, Tuhan selalu berharap anda mempercayai-Nya dalam situasi apapun bahkan yang tergenting sekalipun. Iya, bahkan Tuhan pun mempunyai pengharapan kepada anda sebagai pribadi ciptaa-Nya. Percaya atau tidak mengenai pendapat saya, itu terserah anda. 
Percaya itu bila saya definisikan ke bahasa religi bisa disebut sebagai Iman. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1).
Saya menganalogikan orang yang beriman sebagai berikut. Ada sekelompok orang yang berjalan menuju kaki gunung memohon hujan datang kepada Tuhan mereka, kala itu paceklik berkepanjangan datang akibat sawah dan ladang kekeringan. Diantara kumpulan manusia tersebut, ada seseorang anak kecil terlihat berdoa sambil memegang payung ditangannya dan hanya dialah yang membawa payung. Anak itu percaya bahwa hujan akan segera turun setelah doa-doa dipanjatkan. Anak itu memiliki Iman.
Iman adalah sebuah benih karena Iman dapat bertumbuh. Iman membutuhkan pupuk dan air yang cukup untuk membuatnya dapat menjadi lebih besar dan kuat. Layaknya sebuah pohon, butuh perlakuan yang konsisten dalam menumbuhkan Iman.
Murah hati, adalah pupuk yang paling mujarab untuk menumbuhkan iman kita. Berlaku baik kepada sesama, tolong menolong antar umat manusia, memberikan yang kita miliki bagi mereka yang membutuhkan. Murah hati memang identik dengan beri-memberikan, tapi belum tentu semua bentuk beri-memberikan berdasarkan dari murah hati, karena banyak tindakan tersebut didasari oleh motivasi-motivasi tertentu.
Murah hati berarti bersimpati, berempati dan sebuah pengampunan. Di zaman yang semakin maju ini nilai-nilai kemurahan hati menjadi semakin terkikis habis bis bis sampai ke akar-akarnya. Rasa simpati menjadi sesuatu yang langka. Orang bisa sambil tertawa dan bersendau gurau membicarakan kesusahan orang lain dan orang bisa dengan tega menambah kesulitan kepada orang yang justru tengah dilanda kesulitan.
Rasa empati juga semakin susah ditemui. Orang dengan seenaknya melontarkan kritik, tuduhan, kata-kata yang menyakitkan, atau juga keburukan orang lain di depan umum, tanpa memikirkan bagaimana kalau mereka sendiri yang berada pada posisi orang itu. Padahal, kalau ucapan atau kata-kata kita hanya akan menyakiti dan mendemotivasi orang lain, tidakkah lebih baik kita berdiam diri saja?
Begitu juga pengampunan, kita melihat pertunjukan dendam kesumat; bom satu dibalas dengan bom lain, mata ganti mata, gigi ganti gigi. Lalu berguguranlah orang-orang yang tidak bersalah. Betapa menyedihkan.
Rendah hati adalah air yang terbaik bagi pertumbuhan Iman. Rendah hati dapat menyejukan hati pribadi-pribadi yang mendapatkannya. Rendah hati beda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan. Kerendah-hatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Orang yang rendah hati ialah orang yang tidak sombong. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Mereka merupakan pribadi yang bisa membuat orang yang diatasnya merasa nyaman dan membuat orang yang dibawahnya tidak merasa minder.
Kerendahan hati memang unik, kalau kita mengklaim bahwa kita memilikinya, kita justru tidak memilikinya. Saat kita merasa bahwa kita orang yang rendah hati, saat itulah kita kehilangan kerendah-hatian kita. Inilah Paradoks kerendahan hati. Kerendahan hati adalah satu-satunya karakterisitik yang kita miliki tanpa kita merasa memiliki.
Adalah relatif lebih mudah bagi kita untuk rendah hati dihadapan Tuhan. Namun satu-satunya bukti kesungguhan kerendahan hati kita dihadapan Tuhan adalah kerendahan hati kita di hadapan sesama manusia dalam keseharian hidup kita.
Kiranya, Tulisan ini bermanfaat bagi kita semua yang membaca dan mengamalkan dalam kehidupannya sehari-hari. Marilah kita menjadi pribadi yang berhasil dan beruntung. Tuhan Memberkati. (cokietobing)

Jumat, 17 Desember 2010

95 Dalil Martin Luther

Bantahan Dr. Martin Luther Mengenai Pertobatan dan Surat Pengampunan Dosa 



Dengan keinginan dan tujuan untuk menguraikan kebenaran, perdebatan akan diadakan di Wittenberg berdasarkan pernyataan yang disetujui di bawah kepemimpinan Bapa Martin Luther, rahib Ordo St. Agustinus, Master of Arts and of acred Theology, dosen Universitas Wittenberg. Selain itu, ia meminta kepada orang yang tidak bisa hadir dan meakukan diskusi dengan kami secara lisan ten tang topik itu supaya melakukannya melalui surat untuk menggantikan ketidakhadiran mereka. Dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus. Amin. 


1. Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus, ketika Ia mengucapkan "Bertobatlah," dan seterusnya, menyatakan bahwa seluruh hidup orang-orang yang percaya harus diwarnai dengan pertobatan. 

2. Kata ini tidak boleh dimengerti mengacu kepada hukuman sakramental; maksudnya, berkaitan dengan proses pengakuan dan pelepasan (dosa), yang diberikan oleh imam-imam yang dilakukan di bawah pelayanan imam-imam. 

3. Dan, pertobatan tidak hanya mengacu pada penyesalan batiniah; tidak, penyesalan batiniah semacam itu tidak ada artinya, kecuali secara lahiriah menghasilkan pendisiplinan diri terhadap keinginan daging. 

4. Jadi, hukuman itu terus berlanjut selama ada kebencian pada diri sendiri - maksudnya, penyesalan batin yang sejati berlanjut: yaitu, sampai kita masuk ke dalam kerajaan surga. 

5. Paus tidak memiliki kekuatan maupun kuasa untuk mengampuni kesalahan apa pun, kecuali yang telah ia diberikan dengan otoritasnya sendiri, atau oleh peraturan. 

6. Paus tidak memiliki kuasa untuk mengampuni dosa apa pun, kecuali dengan menyatakan dan menjaminnya telah diampuni Allah; atau setidaknya ia dapat memberikan pengampunan pada kasus-kasus yang menjadi tanggung jawabnya, dalam kasus tersebut, jika kuasanya diremehkan, kesalahan akan tetap ada. 

7. Allah tidak pernah mengampuni dosa apa pun, tanpa pada saat yang sama Dia menundukkan diri manusia itu, merendahkan diri dalam segala sesuatu, kepada otoritas imam, wakilnya. 

8. Peraturan pengakuan dosa hanya dikenakan pada orang yang hidup dan tidak seharusnya dikenakan pada orang yang mati; menurut peraturan tersebut. 

9. Oleh karena itu Roh Kudus berkarya dalam diri Paus melakukan hal yang baik bagi kita, sejauh dalam keputusannya, Paus selalu membuat perkecualian terhadap aturan tentang kematian dan nasib seseorang. 

10. Imam-imam bertindak salah dan tanpa pengetahuan,jika dalam kasus orang yang sekarat, mengganti hukuman kanonik dengan api penyucian. 

11. Benih ilalang tentang mengubah hukuman kanonik menjadi hukuman di api penyucian tampaknya tentu saja telah ditaburkan sementara para uskup tertidur. 

12. Pada mulanya, hukuman kanonik dikenakan bukan sesudah, melainkan sebelum pengampunan, sebagai ujian untuk pertobatan mendalam yang sejati. 

13. Orang yang sekarat melunasi semua hukuman dengan kematian, dianggap sudah mati sesuai hukum kanon dan mendapat hak dilepaskan dari hukum kanon. 

14. Kebaikan atau kasih yang tidak sempurna dari orang yang sekarat pasti menyebabkan ketakutan yang besar; dan makin sedikit kebaikan atau kasihnya, makin besar ketakutan yang diakibatkannya. 

15. Rasa takut dan ngeri tersebut sudah cukup bagi dirinya sendiri, tanpa berbicara hal-hal lain, tanpa ditambah penderitaan di api penyucian karena hal itu sangat dekat dengan kengerian keputusasaan. 

16. Neraka, api penyucian, dan surga tampak berbeda seperti halnya keputusasaan, hampir putus asa, dan kedamaian pikiran itu berbeda. 

17. Jiwa dalam api penyucian, tampaknya harus seperti ini: saat kengerian menghilang, kasih meningkat. 

18. Namun, hal itu tampaknya tidak terbukti dengan penalaran apa pun atau ayat Alkitab mana pun, api penyucian berada di luar kebaikan seseorang atau meningkatnya kasih. 

19. Hal itu juga tidak terbukti; bahwa jiwa dalam api penyucian yakin dan mantap dengan berkat mereka sendiri; mereka semua, bahkan jika kita bisa sangat yakin dengan hal tersebut. 

20. Oleh karena itu Paus, ketika ia berbicara ten tang pengampunan sepenuhnya dari semua hukuman, itu bukan sekadar bermakna semua dosa, melainkan hanya hukuman yang ia jatuhkan sendiri. 

21. Jadi, para pengkhotbah pengampunan dosa, yang berkata bahwa dengan surat pengampunan dosa dari Paus, seseorang dibebaskan dan diselamatkan dari semua hukuman, melakukan kesalahan. 

22. Sebab sesungguhnya ia tidak menghapuskan hukuman, yang harus mereka bayar dalam kehidupan sesuai dengan peraturan, bagi jiwa-jiwa di api penyucian. 

23. Jika pengampunan sepenuhnya bagi semua hukuman bisa diberikan kepada seseorang, sudah tentu tidak akan diberikan kepada seorang pun kecuali orang yang paling sempurna - yaitu, kepada sangat sedikit orang. 

24. Oleh karena itu sebagian besar orang pasti tertipu dengan janji pembebasan dari hukuman yang bersifat tidak pandang bulu dan sangat manis itu. 

25. Kekuasaan seperti itu dimiliki Paus atas api penyucian secara umum, seperti halnya dimiliki setiap uskup di keuskupannya dan setiap imam di jemaatnya sendiri, secara khusus. 

26. Paus bertindak dengan benar dengan memberikan pengampunan dosa kepada jiwa-jiwa, bukan dengan kekuasaan kunci-kunci (yang tak ada gunanya dalam hal ini), melainkan dengan doa syafaat. 

27. Orang yang berkata bahwa jiwa seseorang terlepas dari api penyucian segera setelah uang dimasukkan ke dalam peti yang menimbulkan bunyi gemerencing, berkhotbah dengan gila. 

28. Sudah tentu, ketika uang yang dimasukkan dalam peti menimbulkan bunyi gemerencing, ketamakan, dan keuntungan mungkin meningkat, tetapi doa syafaat gereja tergantung pada kehendak Allah semata-mata. 

29. Siapa tahu apakah semua jiwa di api penyucian ingin dibebaskan darinya atau tidak, sesuai dengan cerita yang dikisahkan tentang Santo Severinus dan Paschal? 

30. Tidak ada seorang pun yang yakin tentang realita perasaan berdosanya sendiri, terlebih-lebih pencapaian pengampunan dosa seluruhnya. 

31. Seperti halnya petobat sejati itu jarang, demikian juga orang yang sungguh-sungguh membeli surat pengampunan dosa itu jarang - maksudnya, sangat jarang. 

32. Orang yang percaya bahwa, melalui surat pengampunan dosa, mereka dijamin mendapatkan keselamatan mereka, akan dihukum secara kekal bersama dengan guru-guru mereka. 

33. Kita harus secara khusus berhati-hati terhadap orang yang berkata bahwa surat pengampunan dari Paus ini merupakan karunia Allah yang tak ternilai harganya, yang menyebabkan seseorang diperdamaikan dengan Allah. 

34. Sebab kasih karunia yang disalurkan melalui pengampunan ini hanya berkaitan dengan hukuman untuk memenuhi hal-hal yang bersifat sakramen, yang ditentukan oleh manusia. 

35. Orang yang mengajar bahwa penyesalan yang mendalam itu tidak diperlukan oleh orang-orang yang membeli jiwa-jiwa keluar dari api penyucian atau membeli lisensi pengakuan, tidak mengkhotbahkan doktrin Kristen. 

36. Setiap orang Kristen yang merasakan penyesalan yang sejati akan mendapatkan pengampunan dosa seluruhnya yang sejati dari penderitaan dan rasa bersalah, bahkan meskipun tanpa surat pengampunan dosa. 

37. Setiap orang Kristen sejati, entah yang hidup atau yang mati, mendapatkan bagian dalam semua berkat Kristus dan gereja yang diberikan kepadanya oleh Allah meskipun tanpa surat pengampunan dosa. 

38. Namun, pengampunan dosa, yang dilakukan oleh Paus, tidak boleh dipandang rendah dengan cara apa pun sebab pengampunan, seperti saya katakan, merupakan pernyataan pengampunan dosa dari Allah. 

39. Menekankan dampak pengampunan dosa yang besar dan pada saat yang sama menekankan pentingnya penyesalan yang sejati di mata orang-orang, merupakan hal yang paling sulit, bahkan juga untuk teolog yang paling terpelajar sekalipun. 

40. Penyesalan yang sejati mendambakan dan mencintai hukuman, sementara hadiah pengampunan dosa menjadikannya lega dan membuat manusia membencinya, atau paling tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk membencinya. 

41. Pengampunan dosa apostolikharus dinyatakan dengan penuh hati-hati,jika tidak, orang-orang secara salah akan menduga hal itu diletakkan pada perbuatan baik kasih lainnya. 

42. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa Paus tidak pernah berpikir bahwa pembelian surat pengampunan dosa dalam cara apa pun bisa dibandingkan dengan karya kasih karunia. 

43. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa orang yang memberi kepada orang miskin, atau memberi pinjaman kepada orang yang kekurangan, berbuat lebih baik daripada jika ia membeli surat pengampunan dosa. 

44. Karena, melalui kasih, kasih meningkat, dan manusia menjadi lebih baik; sementara melalui surat pengampunan dosa, ia tidak menjadi lebih baik, tetapi hanya lebih bebas dari hukuman. 

45. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa orang yang memandang seseorang yang kekurangan dan melewatinya, memberikan uang untuk mendapatkan pengampunan dosa, tidak sedang membeli surat pengampunan dosa dari Paus untuk dirinya sendiri, tetapi murka Allah. 

46. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, kecuali mereka memiliki kekayaan yang berlimpah, mereka terikat untuk melakukan hal yang perlu untuk dipakai bagi keperluan rumah tangga mereka sendiri dan dengan cara apa pun tidak boleh menghamburkannya untuk mendapatkan surat pengampunan. 

47. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, meskipun mereka bebas untuk membeli surat pengampunan dosa, mereka tidak diwajibkan untuk melakukannya. 

48. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa Paus, dalam memberikan pengampunan, memiliki kebutuhan lebih banyak dan keinginan lebih banyak agar doa yang tekun dinaikkan baginya, daripada uang yang sudah siap untuk dibayarkan. 

49. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa pengampunan dari Paus itu berguna,jika mereka tidak meletakkan kepercayaan mereka penyucian; tetapi paling berbahaya, jika melaluinya mereka kehilangan rasa takut mereka kepada Allah. 

50. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa,jika Paus mengetahui tuntutan para pengkhotbah pengampunan dosa, ia akan lebih menyukai jika Basilika St. Petrus dibakar sampai menjadi abu, daripada dibangun dengan kulit, daging, dan tulang domba-dombanya. 

51. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, seperti halnya merupakan kewajiban, demikian juga itu merupakan harapan Paus yang jika perlu menjual Basilika St. Petrus dan memberikan uangnya sendiri kepada banyak orang, yang darinya para pengkhotbah pengampunan dosa menarik uang. 

52. Sia-sialah harapan untuk mendapatkan keselamatan melalui surat-surat pengampunan dosa, bahkan sekalipun itu komisaris, tidak, bahkan Paus sendiri - harus menjanjikan jiwanya sendiri bagi mereka. 

53. Orang yang, demi memberitakan pengampunan dosa, mengutuk firrnan Allah untuk meredakan ketenangan di gereja lainnya, adalah musuh Kristus dan Paus. 

54. Kesalahan dilakukan terhadap firman Allah jika, dalam khotbah yang sama, waktu yang sama atau lebih lama dihabiskan untuk membahas surat pengampunan daripada untuk membahas firman Allah. 

55. Menurut pikiran Paus jika surat pengampunan, yang merupakan masalah yang sangat kecil, dirayakan dengan satu bel, satu prosesi, dan satu seremoni; Injil, yang merupakan masalah yang sangat besar, seharusnya diberitakan dengan ratusan bel, ratusan prosesi, dan ratusan seremoni. 

56. Kekayaan gereja yang menyebabkan Paus mengeluarkan surat pengampunan dosa, tidak cukup didiskusikan atau dikenal di antara umat Kristus. 

57. Tampak jelas bahwa kekayaan tersebut bukanlah kekayaan semen tara; sebab kekayaan tersebut tidak untuk dibagikan secara gratis, tetapi hanya ditimbun oleh banyak pengkhotbah surat pengampunan dosa. 

58. Kekayaan itu juga bukan kebaikan Kristus dan para Rasul; sebab tanpa peran Paus, kebaikan selalu menghasilkan kasih karunia kepada manusia rohani; dan salib, kematian, dan neraka bagi manusia lahiriah.




59. St. Lawrence berkata bahwa harta benda gereja adalah orang-orang miskin di gereja, tetapi ia berbicara menurut penggunaan kata itu pada zamannya. 

60. Kami tidak tergesa-gesa berbicara jika kami berkata bahwa kunci gereja, yang diserahkan melalui kebaikan Kristus, adalah kekayaan itu.



61. Sangat jelas bahwa kuasa Paus pada hakikatnya sudah memadai untuk mengampuni hukuman dan kasus-kasus yang khusus diberikan padanya. 

62. Kekayaan gereja yang sejati adalah Injil Kudus dari kemuliaan dan kasih karunia Allah. 

63. Namun, kekayaan itu paling dibenci karena membuat orang yang pertama menjadi yang terkemudian. 

64. Sementara kekayaan surat pengampunan dosa paling diterima karena membuat yang terakhir menjadi yang pertama. 

65. Oleh karena itu kekayaan Injil adalah jala, yang pada mulanya digunakan untuk menjala orang kaya. 

66. Kekayaan surat pengampunan dosa adalah jala yang sekarang digunakan untuk menjala kekayaan orang. 

67. Surat pengampunan dosa, yang dipromosikan secara jelas oleh para pengkhotbah sebagai kasih karunia terbesar, dipandang sungguh-sungguh seperti itu sepanjang berkaitan dengan meningkatnya keuntungan. 

68. Namun, dalam kenyataan, surat itu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kasih karunia Allah dan kesalehan karena salib. 

69. Uskup dan imam terikat untuk menerima komisaris kepausan yang mengurusi surat pengampunan dengan segala kehormatannya. 

70. Namun, mereka masih terikat untuk melihatnya dengan segenap mata mereka dan memerhatikan dengan segenap telinga mereka supaya orang-orang ini tidak mengkhotbahkan keinginan mereka sendiri, namun mengkhotbahkan apa yang diperintahkan oleh Paus. 

71. Biarlah orang yang berbicara menentang kebenaran surat pengampunan dosa Paus terkucil dan terkutuk. 

72. Namun, pada sisi lain, orang yang mengeluarkan segenap kemampuannya untuk menentang hawa nafsu dan penyelewengan kebebasan para pengkhotbah pengampunan, biarlah ia diberkati. 

73. Seperti halnya Paus secara adil menghardik orang yang menggunakan berbagai cara untuk merusak perdagangan surat pengampunan. 

74. Terlebih-lebih jika ia menghardik orang yang, dengan dalih surat pengampunan, menggunakannya sebagai alasan untuk merusak kasih kudus dan kebenaran. 

75. Berpikir bahwa surat pengampunan Paus memiliki kuasa sedemikian sehingga mereka bisa membebaskan manusia bahkan jika - meskipun itu tidak mungkin - ia telah bersalah kepada Bunda Allah, merupakan kegilaan. 

76. Sebaliknya, kami meneguhkan bahwa surat pengampunan Paus tidak bisa menghapuskan dosa paling remeh sekalipun, sepanjang hal itu terkait dengan kesalahannya. 

77. Ungkapan yang mengatakan bahwa seandainya St. Petrus menjadi Paus sekarang, ia tidak bisa memberikan kasih karunia yang lebih besar, merupakan penghujatan kepada St. Petrus dan Paus. 

78. Kami sebaliknya meneguhkan bahwa Paus saat ini atau Paus lain mana pun memiliki kasih karunia yang lebih besar yang dapat digunakan menurut kehendaknya - yaitu, InjiI, kuasa, karunia kesembuhan, dan sebagaimana tertulis (1 Korintus XII.9.) 

79. Mengatakan bahwa salib yang dihiasi panji-panji kepausan merniliki kuasa yang sama dengan salib Kristus, merupakan penghujatan. 

80. Uskup, imam, dan teolog yang mengizinkan khotbah semacam itu beredar di antara umat, harus memberikan pertanggung-jawaban. 

81. Khotbah mengenai surat pengampunan dosa yang tidak terkontrol ini bukanlah hal yang mudah, bahkan juga bagi orang terpelajar, tidak bisa menyelamatkan Paus dari fitnah, atau, dalam semua peristiwa, pertanyaan kritis kaumawam. 

82. Misalnya: "Mengapa Paus tidak mengosongkan api penyucian demi kasih yang paling kudus, dan kebutuhan jiwa yang mendesak - ini menjadi yang paling benar dari semua alasan - jika ia menebus jumlah jiwa yang tidak terbatas demi hal yang paling hina, uang, untuk digunakan membangun Basilika - ini menjadi alasan yang paling sepele?" 

83. Sekali lagi: "Mengapa misa penguburan dan misa peringatan hari kematian masih berlanjut, dan mengapa Paus tidak mengembalikan, atau mengizinkan penarikan dana yang diwariskan untuk tujuan ini; karena hal ini merupakan kesalahan untuk berdoa bagi orang-orang yang sudah ditebus?" 

84. Sekali lagi: "Apakah karena kesalehan yang baru kepada Allah dan Paus, maksudnya, demi uang, pejabat gereja mengizinkan orang yang tidak beriman dan musuh Allah untuk menebus jiwa-jiwa yang saleh dan mengasihi Allah dari api pencucian, namun tidak menebus jiwa yang saleh dan terkasih itu, berdasarkan kasih yang cuma-cuma, demi kebutuhannya jiwa-jiwa itu sendiri?" 

85. Sekali lagi: "Mengapa peraturan tentang penyesalan dosa, yang sudah lama dihapuskan dan mati dalam kenyataannya karena tidak digunakan, sekarang dipatuhi lagi dengan memberikan surat pengampunan dosa, seolah-olah peraturan-peraturan tersebut masih hidup dan berlaku?" 

86. Sekali lagi: "Mengapa Paus, yang kekayaannya saat ini jauh lebih banyak daripada orang yang paling kaya di antara orang kaya, tidak membangun Basilika St. Petrus dengan uangnya sendiri, sebaliknya dengan uang dari. orang-orang percaya yang miskin?" 

87. Sekali lagi: "Apa yang diampuni atau dianugerahkan Paus kepada orang-orang, yang dengan penyesalan yang dalam dan sempurna, merniliki hak untuk mendapatkan pengampunan dan berkat yang sempurna? 

88. Sekali lagi: "Berkat yang lebih besar apakah yang akan diterima gereja jika Paus, tidak satu kali, seperti yang ia lakukan sekarang, memberikan peng¬ampunan dosa dan berkat seratus kali sehari kepada setiap orang yang setia dalam iman?" 

89. Oleh karen a keselamatan jiwa, bukannya uang, yang dicari Paus melalui surat pengampunannya, mengapa ia menunda surat-surat dan pengampunan dosa yang diberikan sejak lama karena keduanya sama-sama manjur? 

90. Untuk menindas keberatan dan argumen kaum awam dengan kekuatan semata-mata dan tidak menyelesaikannya dengan memberikan penjelasan, berarti memberi kesempatan kepada gereja dan Paus untuk dicemooh musuh-rnusuh mereka dan membuat orang-orang Kristen tidak senang. 

91. jika, kemudian, pengampunan dikhotbahkan sesuai semangat dan pikiran Paus, sernua pertanyaan ini akan diselesaikan dengan mudah - tidak, bahkan tidak akan ada. 

92. Jadi, menyingkirlah, semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, "Damai, damai," dan tidak ada damai! 

93. Diberkatilah semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, "Salib, salib," dan tidak ada salib! 

94. Orang-orang Kristen harus dinasihati untuk setia mengikuti Kristus Sang Kepala mereka melalui penderitaan, kematian, dan neraka. 

95. Dan dengan demikian yakin untuk memasuki surga melalui penganiayaan, bukannya melalui damai sejahtera yang palsu. 


Saya, Martin Luther, Doktor, dari Ordo Rahib di Wittenberg, ingin menyatakan di depan umum bahwa dalil tertentu menentang surat pengampunan dosa Paus, sebagaimana mereka menyebutnya, telah saya cetuskan. Meskipun demikian, sampai saat ini, tidak ada aliran kita yang paling terkenal dan termasyhur, ataupun kekuatan sipil dan keimaman telah mengecam saya, tetapi seperti yang saya dengar, ada beberapa orang yang memiliki sikap tidak berpikir panjang dan lancang, yang berani mengatakan bahwa saya bidat, seolah-olah masalah ini sudah diamati dan dipelajari dengan teliti. Namun, menurut saya, seperti yang sudah saya lakukan sebelumnya, demikian juga sekarang, saya memohon kepada semua orang dengan iman Kristus, agar menunjukkan kepada saya jalan yang lebih baik, jika jalan yang semacam itu sudah dinyatakan Allah kepadanya, atau paling tidak untuk memberikan pendapat mereka ten tang penilaian Allah dan gereja. Sebab saya tidak begitu terburu-buru untuk berharap bahwa pendapat saya semata yang lebih disukai daripada pendapat semua orang lain, atau tidak bodoh sehingga bersedia membiarkan firman Allah dijadikan dongeng yang direkayasa oleh penalaran manusia. 

Sumber: John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001, p. 327- 335